Merupakan singkatan yang kerap ditemui dalam dunia property. Keduanya tidak bisa dipisahkan dan berpengaruh pada rencana pembangunan property di atas sebidang tanah. Bagi Anda yang ingin berinvestasi, penting mengetahui angka KDB dan KLB di lokasi yang akan dibangun guna mengoptimalkan pemanfaatan lahan. Di sisi lain, KDB dan KLB dapat ditingkatkan sesuai perkembangan kawasan tersebut. Pasalnya, makin matang usia suatu kawasan menyebabkan kepadatan ruang harus disesuaikan.
KDB
dan KLB ditentukan oleh Pemerintah guna menetapkan standar dalam membangun property
di sebuah kawasan. Sebagai contoh, kawasan di sekitar bandara tidak boleh
terlalu tinggi, karena akan mengganggu penerbangan pesawat; atau property di
daerah resapan air, harus banyak menyisakan lahan hijau, sehingga property
tidak boleh terlalu luas. Umumnya, pemerintah juga membubuhkan aturan tambahan
mengenai tinggi maksimal lantai bangunan. Jika di area tersebut tinggi maksimal
5 lantai, maka Anda dapat membangun satu hingga lima lantai saja.
Untuk wilayah
DKI Jakarta ada 2 buah Peraturan Daerah (Perda) yang berlaku yaitu :
1.
Perda No. 7 tahun 1991 tentang bangunan di wilayah
DKI Jakarta, dan
2. Perda No. 6 tahun 1999 tentang rencana umum
tata ruang DKI Jakarta
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau Building Coverage
Ratio (BCR)
KDB adalah perbandingan antara luas lantai
dasar bangunan dengan luas tanah. KDB ditandai dengan persentase ( LB/LT X
100%). Koefisien yang digunakan biasanya berupa persen atau desimal (misal : 40%
atau 0,4). Kalau kita mempunyai lahan 150 m2 dan KDB yang ditentukan 40%, maka
area yang dapat kita bangun hanya 40% x 150 m2 = 60 m2. Sisa lahan 90 m2, harus
dijadikan ruang terbuka hijau (RTH).
KDB ini
bertujuan untuk mengatur besaran luasan bangunan yang menutupi permukaan tanah,
hal ini akan mempengaruhi infiltrasi air tanah atau ketersediaan air tanah
untuk masa yang akan datang. Selain sebagai penjaga keberadaan air tanah,
permukaan tanah yang tidak tertutup bangunan akan mampu menerima sinar matahari
secara langsung untuk membuat tanah bisa mengering sehingga udara yang tercipta
di sekitar bangunan tidak menjadi lembab.
Dasar
perhitungan KDB ini memang hanya memperhitungkan luas bangunan yang tertutup
atap. Jalan setapak dan halaman dengan pengerasan yang tidak beratap tidak
termasuk dalam aturan ini. Sebaiknya lahan tersebut ditutup dengan bahan yang
dapat meresap air, seperti paving blok.
KDB dapat
dimengerti secara sederhana adalah nilai persen yang didapat dengan
membandingkan luas lantai dasar dengan luas kavling. Sisa lahannya digunakan
untuk ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai area resapan air. Kita tidak
mau khan lingkungan kita kebanjiran karena air hujan tidak tahu lagi mesti
kemana larinya ?? Maka dari itu, pihak Tata Kota telah mengatur ketentuan KDB
dari suatu daerah, sebaiknya kita ikuti ketentuan tsb.
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) atau Floor Area Ratio
(FAR)
KLB adalah perbandingan antara luas lantai
bangunan dengan luas tanah. (BCR X n ), dimana n = jumlah lantai (tingkat)
bangunan. KLB biasanya dinyatakan dalam angka seperti 1,5; 2 dan sebagainya.
Tiap-tiap daerah angka KLB ini berbeda-beda. Lokasi suatu daerah semakin padat,
maka angka KLB akan semakin tinggi pula. Bila di dalam PBS anda tertera KLB =
2, maka total luas bangunan yang boleh didirikan maksimal 2 kali luas lahan
yang ada.
Angka-angka
KLB ini berkaitan dengan jumlah lantai yang akan dibangun. Seandainya anda
punya lahan 150 m2, dengan KDB 40 % dan KLB = 1, perhitungannya sebagai
berikut:
- Lantai dasar = 40% x 150 m2 = 60 m2
- KLB = 1, total luas bangunan yang boleh dibangun = 150 m2
Dari
perhitungan diatas diperoleh, luas lantai dasar yang boleh dibangun hanya
seluas 60 m2 saja. Sedangkan luas total bangunan yang diizinkan seluas 150 m2,
berarti anda bisa membangun rumah secara vertikal, dengan jumlah lantai hanya
dua atau bisa juga 2 1/5 lantai. Dari dua lantai ini, kalau dikalikan 2 didapat
jumlah luas total bangunan anda = 120 m2, masih tersisa 30 m2. Sisa luas yang
diizinkan (30 m2) ini dapat anda bangun diatasnya.
Peraturan
akan KLB ini akan mempengaruhi skyline yang tercipta oleh kumpulan bangunan
yang ada di sekitar. Tujuan dari penetapan KLB ini terkait dengan hak setiap
orang/ bangunan untuk menerima sinar matahari. Jika bangunan memiliki tinggi
yang serasi maka bangunan yang disampingnyapun dapat menerima sinar matahari
yang sama dengan bangunan yang ada di sebelahnya.
Kalau KDB
hanya melibatkan luasan lantai dasar, maka KLB melibatkan seluruh lantai yang
kita desain termasuk lantai dasar itu sendiri. Cara perhitungannya tetap sama
yaitu membandingkan luasan seluruh lantai dengan luas kavling yang ada.
Contoh,
setelah kita menghitung luas lantai dasar beserta lantai atasnya ternyata
luasannya 200 m2. Kalau lahannya 200 m2, maka nilai KLB bangunan kita adalah
1.0. Kalau ditentukan KLB di rumah kita 1.2, maka nilai KLB kita masuk masuk.
Yang tidak boleh adalah melebihi dari yang ditentukan.
Sebuah tanah apabila memiliki ketentuan KLB yang tinggi, maka nilai
ekonomisnya tinggi pula. Hal inilah yang mendorong pengembang untuk mengajukan
IZIN KENAIKAN / PELAMPAUAN KLB...
TATA CARA MEMPEROLEH IP PELAMPAUAN KLB
Memperoleh
izin untuk kenaikan KLB harus melalui mekanisme Rapim Gubernur dan melalui
kajian dari TPUT atau PSUD, sehingga tidak mudah. Bahkan terkadang kenaikan KLB
tsb juga harus dikaitkan dengan UDGL yang telah disusun pada wilayah tersebut. Ketika
dalam rapim diperoleh persetujuan untuk kenaikan KLB, maka pengembang wajib
membayar denda kenaikan KLB. Bagi pengembang yang mempunyai analisis bisnis
yang kuat, membayar denda KLB yang besar akan sebanding dengan keutungan yang
bakal mereka peroleh.
Berikut ini adalah kelengkapan berkas dokumen untuk pengurusan IP Pelampauan KLB :
1. Form
- surat permohonan pelampauan KLB
2. Data Owner
- copy akte pendirian perusahaan
- copy KTP direktur
- copy bukti kepemilikan tanah + pbb + bukti lunas PBB
3. Data Konsultan
- proposal rancang bangun, dilengkapi peta lokasi dan foto lokasi
4. Data Perijinan
- KRK untuk TPUT
- surat permohonan pelampauan KLB
2. Data Owner
- copy akte pendirian perusahaan
- copy KTP direktur
- copy bukti kepemilikan tanah + pbb + bukti lunas PBB
3. Data Konsultan
- proposal rancang bangun, dilengkapi peta lokasi dan foto lokasi
4. Data Perijinan
- KRK untuk TPUT
No comments:
Post a Comment