Friday, August 23, 2019

APPRAISAL BANK UNTUK KPR RUMAH SECOND


Tahapan setelah kita menyerahkan persyaratan dokumen ke bank dan bank menganggap kita bankable adalah tahapan penilaian (appraisal) terhadap calon rumah yang di-KPR-kan dalam rangka menentukan “harga menurut bank”.

Mengapa bank perlu melakukan appraisal?

Sederhana, untuk mencegah potensi kerugian. Seandainya nanti kita wanprestasi dan tidak mampu melunasi hutang, mereka kan tidak mau uangnya nyangkut di rumah tersebut. Bank akan menjualnya ke pihak lain. Pernah dengar kan bank melelang rumah, kendaraan bermotor dll? Dan bukan rahasia lagi jika harga rumah lelangan bank biasanya di bawah harga pasar. Nah, jadi bank akan menentukan sendiri menurut mereka properti itu layaknya harganya berapa sedemikian sehingga menjualnya nanti pun akan gampang 😉

Di sini lah perbedaan utama antara mengurus KPR mandiri  dengan KPR yang bekerjasama dengan developer. Jika KPR dari bank yang bekerja sama dengan developer, biasanya tidak perlu ada proses appraisal. Bank tidak perlu lagi  ‘menilai’ harga properti yang akan jadi objek jaminan kredit. Bank sudah setuju/deal dengan developer terkait nilai jual. Nah, berbeda dengan proses KPR jika membeli rumah kepada individu yang tidak punya kerja sama dengan bank. Bank harus mengutus orangnya (biasa disebut staf appraisal) untuk melihat rumah yang dijual tersebut dan menentukan harganya.

Biaya Appraisal

Untuk proses appraisal ada yang gratis dan ada juga yang tidak. Pada bank konvensional biayanya sekitar 400 – 550 rb. KPR kita disetujui atau tidak, kita ambil atau tidak, uang appraisal tetap harus dibayar. Kalau pada bank syariah ada yang menggratiskan biaya appraisal.
Siapa yang bayar biaya appraisal? Yah, tentu saja pembeli, bukan penjual. Kan pembeli yang berkepentingan mau beli lewat KPR. Kalau belinya tunai, tidak perlu berurusan dengan bank.

Proses Appraisal


Pemberitahuan dari bank bahwa permohonan kita akan memasuki tahap appraisal biasanya bersifat informal. Tidak ada surat resmi, hanya staf sales bank akan mengontak kita lewat email atau SMS bahwa mereka akan mengirim staf appraisal bank untuk “melihat” objek properti. Pemberitahuan ini bisa kita pandang juga bahwa kita sudah lolos BI Checking, walau mereka tidak menyatakannya.

Nah, setelah kita menerima pemberitahuan tersebut, maka sebagai pembeli segeralah hubungi pemilik dari rumah yang akan dibeli dan minta ijin memberikan nomor telepon mereka ke staf appraisal bank. Staf appraisal ini selanjutnya akan membuat janji dengan pemilik rumah dan melakukan penilaian. Kita sebagai pembeli tidak perlu hadir.

Beberapa hari setelah staf appraisal mendatangi rumah yang akan dibeli, bank akan mengabari kita tentang hasil penilaiannya melalui surat resmi yang disebut SPPK (Surat Pemberitahuan Persetujuan Kredit).
Pengalaman saya dari mulai pemberitahuan dari bank bahwa akan dilakukan appraisal, pelaksanaan appraisal dan terbitnya SPPK makan waktu sekitar  1- 2 minggu.
Hasil Appraisal Menentukan Besar Uang Muka (DP)

Pada SPPK, bank akan menuliskan antara lain:

  1. nilai taksiran mereka atas properti (hasil appraisal)
  2.  jumlah dana yang akan dipinjamkan (tergantung kredit rumah keberapa, bisa 70% atau 60% dari hasil appraisal)

Berdasarkan dua informasi di atas, selanjutnya kita sudah bisa menghitung uang muka (DP). Cara menghitung DP dijelaskan di sini.

Manfaat appraisal bank untuk calon pembeli


Tadi sudah dijelaskan manfaat appraisal buat bank. Ada gunanya nggak untuk pembeli? Selain hasil appraisal nantinya menentukan jumlah DP yang harus kita bayar ke penjual, hasil appraisal ini sebenarnya bisa kita pandang sebagai ‘jaring pengaman’. Mengapa? Rata-rata pembeli rumah adalah orang awam yang tidak tahu harga pasaran rumah. Dengan adanya harga appraisal dari bank membantu kita menilai apakah penjual memberikan harga yang pantas atau tidak.

Biasanya memang harga appraisal bank di bawah harga pasar, namun jika harga yang ditentukan penjual bisa 50% lebih mahal dari harga appraisal, Anda boleh menilai bahwa harganya kemahalan. Misalnya, pemilik menawarkan rumahnya 800 juta, padahal menurut bank harganya cuma 500 juta. Berarti lebih mahal 60% dari harga appraisal.

Potensi Masalah terkait Harga Appraisal

Bisa terjadi ada selisih harga yang lumayan antara harga penjual dan harga appraisal. Berikut ini contoh situasi yang menyulitkan kita sebagai pembeli:

Harga penjual (misalnya): 500 juta
Harga appraisal bank: 400 juta
Jumlah yang bisa dipinjamkan bank: 70% x 400 juta = 280 juta
Total DP ke penjual: 500 juta – 280 juta = 220 juta

Nah loo, masa DP-nya sampai hampir 50% dari harga yang ditentukan penjual? Belum lagi ditambah biaya KPR sekitar 10% dari pinjaman bank: 10% x 280 juta = 28 juta. Jadi mencapai 248 juta *hiks*

Ada 3 solusi untuk masalah ini:

  1. Ganti bank. Masukkan lagi permohonan ke bank lain. Siapa tahu nilai appraisalnya lebih baik.
  2. Ganti rumah yang akan dibeli namun dengan bank yang sama. Anda sudah dinilai bankable oleh bank terkait, hanya harga rumah yang tidak cocok. Prosesnya akan lebih cepat dimana cuma tinggal mengulang melakukan appraisal untuk rumah pengganti.
  3. Nego pemilik rumah. Untuk yang jago negosiasi, gunakan skill Anda untuk membujuk sang empunya rumah menurunkan harga rumahnya. Tunjukkan betapa berbedanya harga appraisal bank dan harga yang mereka mau.

Semangat! 🙂

Demikian, semoga bermanfaat.


Sumber :
https://daunpepaya.com/2017/09/17/seputar-appraisal-bank-untuk-kpr-rumah-second/

No comments:

Post a Comment