Monday, November 28, 2016

PP No. 34/2016 : PPh Pengalihan/Jual Beli Tanah/Bangunan 2,5%


Dengan pertimbangan dalam rangka percepatan pelaksanaan program pembangunan pemerintah untuk kepentingan umum, pemberian kemudahan dalam berusaha, serta pemberian perlindungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah memandang perlu mengatur kembali kebijakan atas Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/ atau bangunan beserta perubahannya.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Presiden Joko Widodo pada tanggal 8 Agustus 2016 telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya.

Dalam PP itu disebutkan, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari: a. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau b. perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.

“Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksudadalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak,” bunyi Pasal 1 ayat (2) PP ini.

Penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/ atau bangunan beserta perubahannya sebagaimana dimaksud  adalah penghasilan dari: a. pihak penjual yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli pada saat pertama kali ditandatangani; atau b. pihak pembeli yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli, atas terjadinya perubahan pihak pembeli dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut.

Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan sebagaimana dimaksud adalah sebesar:

  1. 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan;
  2. 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilalukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
  3. 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat Penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

“Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya sebagaimana dimaksud berdasarkan tarif dari jumlah bruto, yaitu :
a. nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan/ atau bangunan dilakukan melalui pengalihan yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa; atau 
b. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan/ atau bangunan dilakukan melalui pengalihan yang dipengaruhi hubungan istimewa,” bunyi Pasal 2 ayat (3) PP ini.

Sementara kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana sebagaimana dimaksud, sesuai dengan kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud adalah:

  1. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
  2. orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  3. badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihakpihak yang bersangkutan;
  4. pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan karena waris;
  5. badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku;
  6. orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melalsanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan; atau
  7. orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan.

“Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan surat keputusan pemberian hak, pengakuan hak, dan peralihan hak atas tanah, apabila permohonannya dilengkapi dengan Surat Setoran Pajak atau hasil cetak sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud,” bunyi Pasal 7 PP Nomor 34 Tahun 2016 itu.

Adapun pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, kesepakatan atau risalah lelang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Demikian pula halnya dengan pihak penjual  yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut PP ini, ketentuan lebih lanjut mengenai: a. tata cara penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 5; b. pengecualian dari pengenaan Pajak Penghasilan; dan c. pelaporan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan harta bempa tanah dan/atau bangunan, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 8 Agustus 2016 itu. (Pusdatin/ES)


Sumber :

http://setkab.go.id/pp-no-342016-pph-pengalihanjual-beli-tanahbangunan-25-di-bawah-rp-60-juta-dikecualikan/

No comments:

Post a Comment