Dengan pertimbangan dalam rangka percepatan pelaksanaan
program pembangunan pemerintah untuk kepentingan umum, pemberian kemudahan
dalam berusaha, serta pemberian perlindungan kepada masyarakat berpenghasilan
rendah, pemerintah memandang perlu mengatur kembali kebijakan atas Pajak
Penghasilan (PPh) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian
pengikatan jual beli atas tanah dan/ atau bangunan beserta perubahannya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Presiden Joko Widodo pada
tanggal 8 Agustus 2016 telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34
Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas
Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah
dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya.
Dalam PP itu disebutkan, atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan dari: a. pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan; atau b. perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan
beserta perubahannya, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
“Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksudadalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang
mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui penjualan, tukar-menukar,
pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang
disepakati antara para pihak,” bunyi Pasal 1 ayat (2) PP ini.
Penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah
dan/ atau bangunan beserta perubahannya sebagaimana dimaksud adalah penghasilan dari: a. pihak penjual
yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli pada saat pertama
kali ditandatangani; atau b. pihak pembeli yang namanya tercantum dalam
perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya perubahan atau adendum
perjanjian pengikatan jual beli, atas terjadinya perubahan pihak pembeli dalam
perjanjian pengikatan jual beli tersebut.
Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan/ atau bangunan sebagaimana dimaksud adalah sebesar:
- 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan;
- 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilalukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
- 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat Penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
“Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari perjanjian
pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya
sebagaimana dimaksud berdasarkan tarif dari jumlah bruto, yaitu :
a. nilai yang
sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan/ atau
bangunan dilakukan melalui pengalihan yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa;
atau
b. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan
tanah dan/ atau bangunan dilakukan melalui pengalihan yang dipengaruhi hubungan
istimewa,” bunyi Pasal 2 ayat (3) PP ini.
Sementara kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana
sebagaimana dimaksud, sesuai dengan kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Susun
Sederhana yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud adalah:
- orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
- orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
- badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihakpihak yang bersangkutan;
- pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan karena waris;
- badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku;
- orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melalsanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan; atau
- orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan.
“Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
hanya mengeluarkan surat keputusan pemberian hak, pengakuan hak, dan peralihan
hak atas tanah, apabila permohonannya dilengkapi dengan Surat Setoran Pajak
atau hasil cetak sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran
Pajak sebagaimana dimaksud,” bunyi Pasal 7 PP Nomor 34 Tahun 2016 itu.
Adapun pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan,
kesepakatan atau risalah lelang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud, menurut PP ini, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Demikian pula halnya dengan pihak penjual yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut PP ini, ketentuan lebih lanjut mengenai: a. tata cara
penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 5; b. pengecualian dari
pengenaan Pajak Penghasilan; dan c. pelaporan Pajak Penghasilan atas
penghasilan dari pengalihan harta bempa tanah dan/atau bangunan, diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 12 Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan
HAM Yasonna H. Laoly pada 8 Agustus 2016 itu. (Pusdatin/ES)
Sumber :
http://setkab.go.id/pp-no-342016-pph-pengalihanjual-beli-tanahbangunan-25-di-bawah-rp-60-juta-dikecualikan/