Monday, December 21, 2015

Kepemilikan Tanah Ditinjau dari Hukum Agraria



Seperti kebijakan Peket Deregulasi Pemerintah Jilid 7 yaitu Kemudahan Mendapatkan Sertifikat Tanah. Untuk itu marilah kita membahas sedikit untuk harus diketahui oleh Agent Property yaitu Kepemilikan Tanah Ditinjau Dari Hukum Agraria. Hukum Agraria tidak bisa dipisahkan dari periode sebelum tahun 1960 dan periode setelah tahun 1960 atau periode setelah munculnya Undang-Udang Pokok Agraria. Kenapa ? Karena ada perbedaan mendasar antara dua periode tersebut dalam hal hak kepemilikan tanah.

Dalam periode sebelum September 1960 hukum agraria terutama berdasarkan pada hukum Belanda yakni Pasal 51 I.S. tahun 1870, tentang pernyataan domein. Berdasarkan landasan hukum ini semua tanah yang seseorang tidak dapat membuktikan kepemilikannya diakui sebagai tanah negara.

Tentu saja hak domein ini akan berdampak pada kemungkinan dimilikinya tanah-tanah untuk para pemodal asing dan bisa berkembang di Indonesia. Padahal dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 jelas-jelas dinyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Hukum agraria di dalamnya memuat berbagai macam hak penguasaan atas tanah. Beberapa hal penting yang diatur dalam UUPA adalah penetapan tentang jenjang kepemilikan hak atas penguasaan tanah dan serangkaian wewenang, larangan, dan kewajiban bagi pemegang hak untuk memanfaatkan dan menggunakan tanah yang telah dimilikinya tersebut. Karena bagaimana pun juga pada setiap tanah terdapat fungsi sosialnya.

Beberapa pasal penting dalam hukum agraria yang berlandaskan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) atau UU No.5/1960 adalah tentang :

1.      Hak milik (SHM)

Yang dimaksud dengan Hak Milik yang termaktub dalam Pasal 20-27 merupakan hak terkuat tentang kepemilikan hak atas tanah yang bisa dimiliki seseorang. Namun, hak kepemilikan ini tidak mutlak mengingat tanah masih memiliki fungsi sosial, sehingga sekali pun hak milik dalam pemanfaatannya masih tetap harus memperhatikan aspek-aspek sosial sehingga tidak mengganggu fungsi sosialnya. Misalnya saja ketika akan memanfaatkan tanah tersebut, jangan sampai mencemari lingkungan atau mengganggu ketertiban umum

2.      Hak Guna Usaha (HGU)

Hak Guna Usaha dalam Pasal 28-34 adalah penguasaan tanah yang dimiliki negara untuk jangka waktu tertentu, baik untuk keperluan perusahaan, pertanian, perikanan dan peternakan. Dalam UUPA diatur jangka waktu yang dimaksud untuk hak guna usaha ini adalah paling lama 25 tahun dan bisa diperpanjang 25 tahun setelahnya. Namun demikian khusus untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama diberi kelonggaran waktu sampai 35 tahun dan bisa diperpanjang 25 tahun berikutnya.

3.      Hak Guna Bangunan (HGB)

Sementara itu yang dimaksudkan dengan Hak Guna Bangunan seperti yang termaktub dalam Pasal 35-40 yaitu hak untuk mendirikan dan atau memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliki sendiri. Hak Guna Bangunan ini –seperti banyak diberlakukan untuk beberapa kompleks perumahan di perkotaan– bisa dipergunakan sampai jangka waktu 30 tahun dan bisa diperpanjang selama 20 tahun setelahnya dengan mempertimbangkan aspek-aspek lain seperti aspek sosial. Seperti juga hak guna usaha, kepemilikan tanah yang sifatnya hak guna bangunan ini juga bisa dialihkan kepada pihak lain.

Sertifikat Hak Guna Bangunan adalah jenis sertifikat dimana pemegang sertifikat hanya bisa memanfaatkan tanah tersebut baik untuk mendirikan bangunan atau untuk keperluan lain, sedang kepemilikan tanah adalah milik negara. Sertifikat Hak Guna Bangunan mempunyai batas waktu 30 tahun. Setelah melewati batas 30 tahun, maka pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan SHGB-nya. Berbeda dengan Sertifikat Hak Milik yang kepemilikannya hanya untuk WNI.

Keuntungan Membeli Properti dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan

a.       Tidak Membutuhkan Dana Besar
b.      Peluang Usaha Lebih Terbuka. Properti dengan status HGB biasanya dijadikan pilihan untuk mereka yang berminat memiliki properti tetapi tidak bermaksud untuk menempati dalam waktu lama.
c.       Bisa dimiliki oleh Non WNI

Kerugian membeli Properti dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan

a. Jangka Waktu Terbatas
b. Tidak Bebas

Cara mengubah Sertifikat Hak Guna Bangunan Menjadi Sertifikat Hak Milik

Sertifikat Hak Guna Bangunan bisa di tingkatkan kepemilikannya menjadi Sertifikat Hak Milik, kita tinggal datang ke kantor pertanahan di wilayah tanah/rumah tersebut berada. Tanah dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut mesti dimiliki oleh warga negara indonesia (WNI) dengan luas kurang dari 600 meter persegi, masih menguasai tanah serta mempunyai Sertifikat Hak Guna Bangunan yang masih berlaku ataupun sudah habis masa. Biaya kepengurusan resmi (tahun 2013) adalah Rp 50.000, bisa di sesuaikan di masing-masing daerah.

4.      Hak Pakai
Lalu, apa yang dimaksud dengan Hak Pakai seperti termaktub dalam Pasal 41-43 ? Yang dimaksud dengan hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memanfaatkan, memungut hasil dari tanah yang dikuasai oleh negara atau pihak lain yang punya wewenang untuk memberikan hak pakai yang kemudian diatur melalui surat perjanjian. Hak pakai tanah yang diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria ini bukanlah hak sewa atau perjanjian pengolahan tanah.


5.      Hak Sewa Bangunan
6.      Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan.
7.      Hak Guna Air
8.      Hak Guna Ruang Angkasa.
9.      Hak Tanah untuk Keperluan Sosial.

good luck

No comments:

Post a Comment