Sumber Photo : foto.bisnis.com/view/20161101/
Pengembang menduga, persepsi mengenai hak pakai yang lebih rendah dari pada Hak Guna Bangunan (HGB), sehingga tidak dapat digunakan sebagai jaminan di Bank menjadi akar permasalahannya.
"Sebenarnya hak pakai sama dengan Hak Guna Bangunan (HGB). HGB berlaku maksimun 80 tahun dan hak pakai juga 80 tahun. Kalau perbankan belum menerima, ada kesalah pahaman," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasiional Sofyan A Djalil dalam diskusi "Kepastian Implemetasi Kebijakan Kepemilikan Properti oleh Orang Asing," oleh Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI), Senin (31/10), di Jakarta.
Menurut Sofyan, yang penting adalah batasan harga properti yang boleh di beli orang asing sebagai kendali. Misalnya, untuk rumah tapak di wilayah DKI Jakarta yang berharga Rp. 10 miliar ke atas dan hunian vertikal seharga Rp. 3 Miliar ke atas.
Ketua Umun Dewan Pengurus Pusat REI Eddy Hussy menilai, selain persepsi tentang hak pakai, ada hal lain yang membuat PP Nomor 103/2015 tersebut berdampak signifikan, yakni soal kejelasan izin tinggal bagi orang asing.
"Pemerintah sudah mengeluarkan aturan bagus, tetapi banyak pihak belum melaksankan. Maka, kita perlu menyamakan persepsi sehingga aturan tersebut dapat diimplementasikan" kata Eddy.
Sekretaris Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Friement FS Aruan mengatakan, PP No. 103/2015 menyebutkan syarat orang asing memiliki properti di Indonesia, yakni harus memiliki izin tinggal. Saat ini, ada 7 juta hingga 8 juta orang asing yang memiliki izin tinggal di Indonesia.
Sumber : Harian Kompas Selasa, 1 November 2016 Hal. 20